Selasa, 17 Januari 2012

Terima Kenyataan


By ; Nurjanah

Biarlah rasa tinggal jadi asa
Ketika yang ku punya telah tiada
Karena pergi entah kemana
Hilang rupa tinggallah luka

                    Meski terdengar persinggahannya
                    Tapi tak pernah ku menemukannya
                    Sekalipun ia menunjukannya
                    Aku takkan mengangkat wajahku untuknya

Ketika hati yang tersakiti terasa mati
Tiada hasrat lagi tuk temui ia yang menyakiti
Karena ku telah hancur tak terukur
Dan ku lebur tak berbaur

                    Mungkin ini yang  harus kunikmati
                    Sakitnya hati karena ditinggal pergi
                    Pedihnya rasa karena hilangnya cinta
                    Yang pada awalnya tak pernah kupercaya

Biar ia dikehidupannya
Menikmati hari yang indah baginya
Bagi hati yang kembali termiliki
Oleh kasih lain yang lebih menyayangi

                                                Biarkan perihku tak terbendung
                                                Biarkan air mataku tak tertampung
                                                Asalkan ia takkan lagi menunda-nunda
                                                Keinginan orang-orang tercintanya

                                                                Meski dengan sedikit paksaan
                                                                Walau dengan beribu wejangan
                                                                Hanya satu yang kuinginkan
                                                                Semoga ia mendapat kebahagiaan
                                                                Sekalipun aku tak dapat ikut merasakan.          

Senin, 16 Januari 2012

Penglihatan Lahir dan Batin



Seseorang yang memiliki keterbatasan dalam penglihatan secara fisik bisa saja terhambat dalam melakukan beberapa aktifitasnya. Namun ini bukanlah sesuatu yang harus diratapi dan harus terus disesali. Hambatan ini justru harus menjadi bukti bahwa tidak semua orang berfisik sempurna bisa mendapatkan keinginannya, dan tidak pula semua orang berkelainan hanya bisa menyusahkan orang-orang disekelilingnya.
Orang-orang berfisik sempurna tentu saja memiliki kekurangan-kekurangan tertentu yang tidak nampak secara jelas namun tetap menjadi beban yang berat dalam tiap langkah yang ia tapaki untuk mencapai keinginannya tersebut. Lain halnya dengan mereka-mereka yang memiliki keterbatasan penglihatan. Mereka memiliki semangat yang tinggi untuk dapat menyetarai atau bahkan mengungguli mereka-mereka yang normal dalam segi prestasi positif. Karena meskipun dengan susah payah, mereka tetap ingin bisa memperoleh apa yang mereka inginkan. Misalnya ketika seorang tuna netra total ingin dapat membaca, ia harus berjuang keras mempelajari dan menghafalkan huruf braille yang pada mulanya harus diawali dengan melatih kepekaan indera perabanya yang menjadi modal dasar untuk bisa membaca. Mereka terus belajar dan mencoba tanpa kenal lelah hingga akhirnya mereka memperoleh apa yang mereka inginkan. Orang-orang normal sendiripun belum tentu dapat menguasai jenis huruf tersebut.
Tidak jarang pula beberapa kegiatan atau bahkan profesi orang-orang normal dilakukan oleh para tunanetra. Misalnya saja tukang urut, penyanyi, dan pekerjaan-pekerjaan lain yang cukup menantang. Hal-hal dan profesi yang sewajarnya dilakukan oleh orang-orang normal semacam itu saja terkadang dapat dikuasai lebih baik oleh mereka yang berkekurangan fisik. Padahal masih banyak orang-orang normal yang memiliki fisik lebih baik dan dapat mengerjakannya. Namun ALLAH SWT memang maha adil, ALLAH tidak hanya menimpakan kekurangan kepada seseorang, melainkan telah ditanamkannya kelebihan yang akan menjadi luar biasa manfaatnya bila ada usaha dari diri orang tersebut yang kuat dan pantang menyerah. Selain itu ALLAHpun senantiasa menggerakkan batin, pola pikir, sensitifitas perasaan dan kepekaan tangan-tangan penentu kesuksesan itu sebagai jalan menuju kebahagiaan. Ya, kebahagiaan yang mungkin tidak dapat diraih oleh orang yang berfisik sempurna sekalipun.
Meski dunia tak dapat dinikmati kegemerlapannya dengan mata telanjang, namun mata batin akan tetap merasakan suatu kepuasan akan apa yang telah dan akan ia dapatkan. Dunia ini fana, sementara didalamnya banyak sekali fatamorgana yang membawa kita kedalam kesengsaraan mulai dari pemandangan yang tak sejalan dengan titah Tuhan, tontonan yang tak dapat lagi dijadikan sebagai tuntunan, hingga kejahatan yang berawal dari penglihatan mata telanjang. Semua  itu sudah dapat kita rasakan dalam hampir setiap unsur kehidupan.
Dari kejadian-kejadian tersebut kita dapat memetik hikmah, tetaplah bersyukur bagi mereka yang tidak mengecap gemerlapnya dunia yang fana dan mulai sarat akan tipu daya, Karena orang-orang tersebut merupakan orang-orang yang lebih terjaga. Orang-orang yang tidak akan larut terlalu jauh kedalam kesalahan-kesalahan yang mungkin sering tidak dirasakan bagi mereka yang tidak bisa memanfaatkan nikmat penglihatan, pandangan dan kesempurnaan fisik yang telah ia dapatkan.
Kebahagiaan didunia bersifat sementara, karena cepat atau lambat kebahagiaan itu akan beralih pada orang lain. Salah satu sumber kebahagiaan tersebut yaitu karena adanya nikmat penglihatan. Jadi, barang siapa yang tidak dapat menjaga pandangannya, maka kesulitan akan senantiasa mengintainya. Kesulitan yang mungkin tak pernah terpikirkan olehnya, kesulitan yang bisa mengusik ketenangannya, dan bahkan kesulitan yang  dapat menbahayakan diri dan orang-orang tercintanya. Dan selamatlah bagi mereka yang membatasi pandangannya, karena mereka akan lebih dapat terhindar dari kemungkinan-kemungkinan yang menakutkan dan membahayakan.
Dari penglihatan kita menemukan keindahan, dari tatapan kita belajar menata pandangan, dan dari segala kekurangan mata lahir kita, kita belajar nikmat bersyukur atas penjagaan yang lebih bagi kita.
Tak ada suka bila tiada duka. Tiada air mata bila tanpa tawa yang menyelinginya. Begitupun manusia, tiada yang sempurna dari diri yang dicintainya, dari raga yang dikasihinya, dan dari batin yang tertutupi dalam dirinya.
Semuanya mudah bila kita pantang menyerah, dan semuanya akan indah bila usaha kita terus dipacu tanpa lelah, apapun akan menjadi  nyata bila kita tidak mudah berputus asa, dan kita akan menjemput bahagia ketika mimpi yang sempat menghampiri datang dengan pasti namun bukan lagi dalam mimpi, tapi perwujudan dalam kenyataan.
Dari uraian singkat tersebut, penulis ingin sedikit menyalurkan hobi yang mudah-mudahan dapat menimbulkan motivasi yang lebih baik lagi bagi mereka yang pernah atau bahkan sedang mengalaminya.

Sakit
 Ketika dunia seolah tak beratap
 Pandanganku mulai gelap
 Perasaanku tak berarah
 Diripun menjadi semakin lemah
                        Kadang hatiku menjerit
                        Menangis menahan sakit
                        Ingin ku berontak
                        Meski lisan tak sanggup tuk teriak
 Angin yang kini hampiri
 Buatku semakin merasa tak berarti
 Ia suramkanku dalam cerahnya hari
 Meskipun mentari tak henti sinari bumi
                        Aku luluh ......
Aku rapuh ......
                        Hingga akhirnya ku terjatuh
                        Dan putuskan tuk menjauh
 Yang kini kurasa ,,,
 Dunia tak seindah yang kita duga
 Kehidupan tak semudah yang kita sangka
 Tapi selalu ada jalan ditiap kebuntuannya.
                        Tekadkupun semakin bulat dan tak tergoyahkan,
                        Kini kubertahan dan katakan
                        ” Tak ada yang tak mungkin bila kita yakin,
                        Dan tak ada kata kalah jika kita tak mudah menyerah ”.
 Jangan jadikan kekurangan sebagai halangan,
 Tapi jadikan ia sebagai tantangan yang harus ditaklukan.

Tepat di Ujung pandanganku



            Hari itu langit cerah tak kelabu sedikitpun menyapaku dari balik pintu. Awalnya terasa biasa karena memang tak ada yang istimewa. Sama seperti hari-hari cerah biasanya. Kicau burung terdengar merdu, semilir angin seolah bisikkan selamat pagi bagiku, daun-daun nan hijaupun segarkan mataku yang masih terlihat sendu, teriakkan-teriakkan komedian cilik di sekelilingkupun seakan mengajakku untuk lalui semua ini dengan senyuman, sekalipun tanpa ucapan. Mereka anak-anak yang selalu bisa membuatku bahagia, sekalipun mereka bukan anakku yang sebenarnya. Namun senyumnya, candaannya, hingga tingkah anehnya kerap kali buatku merasa senang, meskipun mereka cukup sering juga mencoba membuatku menyediakan lebih banyak kesabaran.
            Waktu terus berlalu hingga akhirnya saat untuk berbaur dengan dunia anak-anak yang penuh dengan kejutan itu usai. Aku harus kembali menjadi seorang anak yang terus berusaha untuk mencapai tujuan utama, yaitu membahagiakan orangtua. Bagiku mereka segalanya. Pengorbanannya, kasih sayangnya, cintanya, dan segala yang telah diberikan olehnya yang mungkin tak pernah bisa kubalas tuntas sampai kapanpun. Semua takkan cukup hanya dengan emas permata, segalanya takkan lunas walaupun dengan aliran darah yang menjelma menjadi lautan tak berujung. Cinta dan kasih sayang orangtua yang tulus sepanjang masa takkan pernah lenyap dari pandangan mata, takkan habis walau seribu kali digali, takkan hangus dibakar api emosi yang seringkali kita sulut tanpa henti. Mereka luar biasa. Takkan ada sosok seperti mereka yang mau mengorbankan nyawa untuk memberikan kesempatan pada kita merasakan hidup di dunia, mengizinkan kita menikmati manisnya dunia dari hasil keringat yang mengalir dari dahi dan sekujur tubuhnya. Memang mudah mengungkapkan bahwa itu kewjibannya. Tapi untuk melakukannya, belum tentu kita bisa seperti mereka. Hal ini yang membuatku bangga, membuatku memutuskan satu citi-cita utama, meskipun aku harus mengabaikan rasa yang kupunya. Namun itu tak seberapa bila dibandingkan dengan jasa-jasa mereka.
            Waktupun kian berlalu hingga tiba waktuku tuk sejenak rebahkan raga yang mulai menegurku akan haknya. Setelah usai melakukan tugas-tugasku, akhirnya aku memutuskan untuk memberikan hak bagi ragaku meskipun hanya sekedar meluruskan kaki yang telah bergerak sewdari tadi. Setelah nikmat istirahat kudapat, sesosok lemah lembut itu menghampiriku dengan senyum yang kembali bangkitkan semangatku. Ia ibuku yang selalu bisa menguatkanku di setiap waktu. Dari lisannya terucap suatu pesan mengejutkan mengenai seorang yang awalnya memang tak pernah kubayangkan akan datang. Serorang yang datang dengan tujuan untuk sekedar silaturahmi. Namun tetap jauh di lubuk hatinya tersimpan suatu rencana ” Bila memang ia merasa nyaman, bahagia hingga tumbuh rasa cinta, ia tidak cuma menganggap ini silaturahmi, tapi ajang pendekatan, dan pendalaman keluarga hingga isi hati membimbing diri menuju Ridho Illahi hingga menjadi insan yang tak hanya berguna di keluarga besarnya, tapi juga di keluarga kecilnya yang baru ”.
            Memang mudah berucap seperti itu. Tapi bagiku, untuk membayangkannya saja poro-pori dikulitku mulai berproduksi, jantungku berdetak tak menentu, hingga ragaku merasa lemas tak berdaya. Mungkin aku belum siap mendapatkannya, mungkin aku belum siap menghadapinya, mungkin juga aku belum layak mendapatkannya. Namun ini kenyataannya. Aku tetap harus kuat menghadapi dan menjalani segalanya. Demi tujuan utma, membahagiakan orang-orang yang paling kucinta sekalipun perasaanku yang menjadi taruhannya.
            Hingga akhirnya malam tiba, kudengar deru motor yang berhenti tepat didepan rumahku. Perasaanku semakin tak menentu, jauh lebih tak menentu bila dibandingkan dengan menunggu hasil ulangan harianku. Dari luar terdengar suara ketukan pintu, hingga orangtuaku beranjak tuk membukakannya dan berikan senyuman serta sapaan selamat datang. Dengan langkah malu, perasaan tak menentu dan segala rasa ketidaktahuanku, aku melangkah menghampiri mereka dengan beberapa gelas air seduhan yang leh bercampur gula yang berlarut dan beberapa jenis makanan khas suguhan orang-orang desa yang tak terlalu mewah namun cukup unutk menghormati tamu.
            Saat itu kuberanikan diri menatap mereka satu persatu, terbentuk senyum lebar di kedua paras orangtuaku yang disertai dengan lembut tutur sapanya yang seolah mereka memberi tanda padaku bila sosok yang ada dihadapanku memang baik untukku. Sesosok pria dengan perawakan tegak, tinggi, tak gemuk namun cukup buatku terkesima dalam pandangan pertama. Untuk beberapa saat aku masih mencoba menenangkan diri sambil sesekali menjawab pertanyaan-pertanyaannya yang memang masih terasa normal untuk ukuran silaturahmi sesama ciptaan Illahi.
Haripun terus berganti, kami menjalani semua ini bukan lagi sebagai seorang ciptaan Illahi yang hanya sekedar silaturahmi. Mungkin benar pilihan orang-orang tercintaku, ia orang yang cocok untukku. Persis seperti harapanku untuk masa depanku, hadirnya sosok yang baik tutur katanya, sopan perilakunya, baik pribadinya, menerima apa adanya, dapat menghargai wanita seutuhnya, dan yang paling penting, dia baik dalam pengamalan agamanya. Itu selalu kulihat dan kurasakan ketika bersamanya.
Hingga dalam beberapa bulanpun kami mulai mengisi hari dengan warna-warni yang bisa dibilang lebih indah dari pelangi, lebih hangat dari mentari pagi, dan lebih teduh daripada duduk dibawah pohon rindang yang teduh. Namun tentunya tanpa buah yang jatuh dikepala. Begitulah cinta ketika rasa yang kita punya mendapat balasan yang sama.
Cinta mungkin tak ada ujungnya, namun rasa sabar manusia kadang menemui jalan buntunya, pria itu mulai gerah akan sindiran saudara dan orangtuanya yang mendesak ia segera meresmikan hubungan kita dengan ikatan suci yang diharap hanya sekali sampai mati. Baginya memang mudah, karena ia sudah mempersiapkan hampir semuanya. Tapi tidak bagiku, masih banyak cita-citaku yang belum dapat kuwujudkan sebelum aku benar-benar mengabdikan hidupku bagi imam baruku. Membahagiakan orangtuaku sebelum aku meninggalkannya dan membentuk bingkai baru kehidupanku. Orang-orang tercintakupun masih merasa belum bisa melepaskanku. Akhirnya aku putuskan untuk mundur ataupun dia yang menunggu.
Namun akhirnya, pinsipku itu membuat harapanku punah untuk memilikinya. Ia mundur dengan perasaan yang masih timbul namun tetap ia coba untuk kubur dalam-dalam. Memang sulit juga kurasakan, perlakuan sama yang kulakukan juga hanya membuatku semakin luka dan membuatnya tak yakin akan pilihan orangtuanya hingga ia tak dapatkan apa yang seharusnya jadi bekal pemenuh keinginan saudara-saudara dan orangtuanya untuk menikah. Tapi kini air mata tak berguna, dan aku tak ingin terus membebaninya karena komunikasiku dengannya masih ada, kupikir dengan itu aku tetap takkan memilikinya. Yang kutahu, dia memulai hidup baru tepat diujung pandanganku Sekarang aku harus ingat pada cita-cita yang kupunya. Yang sudah biar kulewati saja.